Meningkatkan Peran dan Kinerja
Koperasi dan Belajar dari Pengalaman Negara-negara Eropa
Pendahuluan
Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh
gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi
koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis. Ide koperasi ini
kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru
koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Koperasi
harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan
organisasi-organisasi bisnis lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di
dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Keunggulan kompetitif
disini didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan
suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya.
Faktor-faktor keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1)
sumber-sumber tangibleseperti kualitas atau keunikan dari produk yang
dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii)
sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan
pola manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii)
kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk
melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif
(misalnya proses inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan
koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya.
Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain
(non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya
dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari
koperasi adalah hubungannya dengan anggota.
Selain
itu, agar suatu koperasi dapat beroperasi dengan sukses juga harus menerapkan
beberapa hal di bawah ini : (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan
ahli-ahli dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang
lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka
tetap terlibat dan suportif; (3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan
bisnis dengan memakai agenda yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan
pengambil keputusan yang demokrasi; (4) mempertahankan relasi-relasi yang baik
antara manajemen dan dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung
jawab- tanggung jawab yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti
praktek-praktek akutansi yang baik, dan mempersentasikan laporan-laporan
keuangan secara regular; (6) mengembangkan aliansi-aliansi dengan
koperasi-koperasi lainnya; dan (7) mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas
terhadap konfidensial dan konflik kepentingan.
Pembahasan
I.
Peran
dan kinerja koperasi di negara jerman
Koperasi
kredit atau Credit Union atau biasa
disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang
simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan
untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit
memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) azas swadaya
(tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) azas setia kawan
(pinjaman hanya diberikan kepada anggota)
3) azas pendidikan dan
penyadaran (membangun watak adalah yang utama hanya yang berwatak baik yang
dapat diberi pinjaman).
Sejarah
koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda
krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak
dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan.
Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman
kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat
hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka
pun disita oleh lintah darat. Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi
Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia
diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda
masalah pengangguran secara besar-besaran. Melihat kondisi ini wali kota
Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa
prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk
menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan
kepada kaum miskin. Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab
kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak
terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera
minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum
miskin. Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal
kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk
dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak
menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu
seterusnya. Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si
miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus
mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama
mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang
memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Untuk
mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin
akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan
orang-orang yang saling percaya. Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen,
petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah
menyebar ke seluruh dunia.
II.
Peran
dan kinerja koperasi di negara belanda
Kronologi Dan Sejarah
Regulasi Tentang Koperasi A. Kronologi dan Sejarah Regulasi Koperasi Sebelum UU
No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Kronologi dan sejarah regulasi tentang
koperasi di Indonesia merupakan salah satu materi untuk memahami latar belakang
keberadaan koperasi Indonesia untuk mengetahui pokok-pokok pikiran, pokok-poko
perubahan dalam pengaturan, dan arah perkembangan koperasi Indonesia dengan
segala kekhususan yang ada; baik kekhususan secara universal sebagai salah satu
bentuk usaha yang ada di dunia. 1.Staatsblad 431 Tahun 1915 Koperasi dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik dalam kondisi dan situasi dari anggota
masyarakat dimana koperasi itu berdiri dan mendapatkan tekanan-tekanan ekonomi
di dalam kehidupan mereka. Dengan adanya tekanan tersebut orang-orang menjadi
berusaha mencari jalan keluar dengan cara bekerja sama mempersatukan
potensi-potensiyang mereka miliki ke dalam organisasi. Hal inilah yang menjadi
dasar dari semua kegiatan usaha koperasi di Indonesia pada masa pemerintahan
kolonial Belanda yang merasa perlu untuk mengatur bentuk kerja sama tersebut
walaupun dengan tergesa-gesa dan tidak memperhatikan karakteristik rakyat
Hindia Belanda pada masa itu. Peraturan untuk perkumpulan operasi di Hindia
Belanda tersebut tidak berlaku secara khusus untuk bangsa Eropa, Timur asing
saja, melainkan diberlakukan juga kepada Pribumi. Mengenai Ketentuan-Ketentuan
dalam mendirikan Koperasi ditentukan sebagai berikut : 1.Dibuat dalam ata
notaries 2.Akta pendirian dalam bahasa Belanda 3.Bea Meterai 50 Gulden
4.Mendapatkan surat persetujuan gubernur jenderal di Batavia 5.Akta pendirian
didaftaran di daerah hukum kedudukan koperasi 6.Hak tanah menurut hukum Belanda
7.Mengumuman dalam berita Negara 8.Mengumumkan dalam surat kabar berbahasa melayu
9.Mengumumkan dalam surat kabar Javasche Courant 2. Staatsblad No. 91 Tahun
1927 Pada tanggal 10 Juni 1920 dibentuklah Cooperatieve Commissie yang dipimpin
oleh J.H. Boee dengan beberapa anggotanya yang berasal dari wakil Pemuda Pejuan
Indonesia yang diberi tugas oleh Pemerintah Belanda untuk menyelidiki apakah
koperasi berfaedah bagi rakyat Hindia Belanda dan dengan jalan bagaimana
semangat koperasi itu dapat dikobarkan. Atas pengaruh Politik Etnis di negara
Belanda, enam tahun setelah menerima laporan tersebut pemerintah Belanda
menanggapi positif laporan komisi tadi dan menerbitkan peraturan koperasiyang
khusus untuk rakyat Hindia Belanda yaitu Reggeleing Indlansche Cooperatieve 3.
Staatsblad No. 108 Tahun 1933 Pada Tanggal 28 Mei 1925, peraturan mengenai
koperasi di belanda yaitu Regeling der Cooperatieve Verenigingen Stb. 227 tahun
1876 diganti dengan Regeleing der Cooperatieve Verenigingen Stb. 204 Tahun
1925. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan perubahan tersebut pada tanggal 1
Maret 1933 diganti dengan Algemene Regeling op de Cooperatieve Vernignigen Stb.
108 tahun 1933. Secara umum dikatakan bahwa isi ketentuan-ketentuan yang ada di
dalamnya tidak berbeda dengan isi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam
Verondering op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 431 tahun 1915 serhingga
dianggap tidak cocok untuk kepentingan orang asli Hindia Belanda 4.Staatsblad
179 Tahun 1949 Gerakan koperasi Indonesia telah merupakan kewajiban penting
dari pemerintah; Dalam Konstitusi Republik Indonesia pasal 33 ayat (1) UUD 1945
menetapkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan. Badan usahayang tepat untuk itu adalah Koperasi. Pada tanggal 7
Juli 1949 diterbitkan Regeleing Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949.
Peraturan tentang koperasi yang berlaku untuk orang Indonesia ini tidak
mencabut peraturan tentang koperasi sebelumnya sehingga pada periode tersebut
tetap ada dua peraturan perundang-undangan koperasiyang berlaku. 5.
Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 Sejalan dengan
pembubaran negara Indonesai Serikat dan dibubarkannya negara-negara bagian,
jawatan-jawatan koperasi di negara bagian pu bubar dan disatuan dalamsatu
organisasi Jawatan operasi yang bernaung di dalam Negara Kesatuan Republi
Indonesia. Dengan UU No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi , maka
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 tahun 1949 secara
resmi dicabut. Dalam undang-undang ini koperasi didefinisikan sebagai suatu
perkumpulanyang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak
merupakan konsentrasi modal, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a.
berdasarkan kekeluargaan b. meningkatkan kesejahteraan anggota c.mewajibkan
anggotanya untuk menyimpan secara teratur serta mendidik d. keanggoataan
bersifat sukarela mempunyai kepentingan hak dan kewajiban yang sama e. ata
pendirian menurut ketentuan-ketentuan dan didaftarkan sebagaimana ditetapkan
dalam undang-undang ini. 6. PP No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrti Presiden
tanggal 5 juli 1959, maka sebagai suatu peraturan peralihan pemerintah
menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan
Koperasi. Namun demikian, mengingat tingkat ketentuan ini adalah PP, maka dasra
hukum perkumpulan koperasi adalah tetap UU No. 79 Tahun 1958. Dinyatakan bahwa
dalam pembangunan nasional, gerakan koperasi mempunyai peranan sebagai : a.
Mempersatukan dan memobilisasi rakyat untuk meningkatkan produksi, mengatur
distribusi secara adil dan merata. b. Ikut serta menghapus sisa-sisa
Imperialisme, Kolonialiseme dan Feodalisme d.Membantu memperkuat sektor ekonomi
negara yang memegang posisi e. Menciptakan Syarat-syarat bagi pembanguan
nasional 7. Instruksi Presiden No. 2 dan No. 3 Tahun 1960 Pada tahun 1960
terbit dua instruksi presiden tentang perkoperasian, yaitu Inpres No. 2 dan
Inpres No. 3; sebagai peraturan pelasana dari PP No. 60 Tahun 1959 tentang
perkembangan gerakan koperasi. Secara umum selama masa pemerintahan demokrasi
terpimpin gerakan koperasi mengalami penurunan secara idiil. Dari segi kualitas
koperasi-operasi mulai kehilangan sifatnya karena campur tangan pemerintahyang
terlalu dalam. 8. UU Perkoperasian No. 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian
Pada tanggal 2-10 Agustus 1965 di Jakarta diadakan Musyawarah Nasional Koperasi
Kedua. Dimana Presiden Soekarno mengesahkan UU No. 14 tahun 1965 tentang
pokok-pokok perkoperasianyang di dalamnya diterapkan prinsip Nasakom. Isi dan
jiwa undang-undang ini mengandung hal-hal yang bertentangan dengan asas-asas
pokok, landasan kerja dan landasan idiil koperasi dan pancasila itu sendiri
sehingga menghilangkan hakikat keberadaan operasi sebagai organisasiekonomi
masyarakat yang demokratis dan berwatak sosial. 9. UU No. 12 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian Setelah Partai Komunis Indonesia dibubarkan, maka
mulai dilakukan langkah-langkah untuk mengembalikan kedudukan dan hakikat
keberadaan koperasi kepada asas yang sebenar-benarnya. Koperasi-koperai
mengadakan pemilihan pengurus melalui Rapat anggota. Rasionalisasi dan
reorganisasi dilakukan menyeluruh dalam kehidupan koperasi. Upaya pemurnian
asas koperasi dan depolitisasi terhadap kehidupan koperasi lebih dimantapkan
lagi pada msa awal menjelang pemerintahan orde baru. Presiden dengan
persetujuan DPRGR mensahkan UU No. 2 tahun 1967 tentang pokok-pokok
Perkoperasianyang mulai berlaku saat diundangkan tanggal 18 desember 1967. This
entry was posted on Desember 3, 2009. It was filed under Uncategorized.
III.
Peran
dan kinerja koperasi di negara inggris
Dari
sejarah perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi industri di Inggris
tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri yang
berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis tahun
1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik, ternyata
memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis. Semboyan
Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang semasa
revolusi didengung-dengungkan untuk mengobarkan semangat perjuang rakyat
berubah tanpa sedikitpun memberi dampak perubahan pada kondisi ekonomi rakyat.
Manfaat Liberte (kebebasan) hanya menjadi milik mereka yang memiliki kapital
untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan Fraternite
(persamaan dan persaudaraan) hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan
strata sosial tinggi (pemilik modal;kapitalis).
Dalam
keadaan serba kritis dan darurat dimana kesenjangan antara rakyat (buruh)
dengan pemilik modal semakin besar baik di Inggris maupun di Perancis itulah
yang mendorong munculnya cita-cita untuk membangun tatanan masyarakat yang
lebih egaliter dimana kekayaan dibagikan secara lebih merata, pembatasan
terhadap kepemilikan pribadi dan pembatasan terhadap persaingan yang tidak
sehat serta perlunya kerjasama antar kelas sosial.Berbagai
bentuk tatanan kemasyarakatan ditawarkan untuk mengakomodir gejolak
ketidakpuasan terhadap kondisi sosial yang ada.
Dari
ide seorang industriwan penganut sosialisme Inggris yang bernama Robert Owen
(1771-1858), mulailah terbentuk ide community-community sebagai proyek
percontohan dari masyarakat sosialis. Dan istilah co-operation mulai
diperkenalkan oleh Robert Owen. Dia pun mendirikan pemukiman di Amerika serikat
pada tahun 1824 bernama New Harmony untuk kaum buruh. Meski ide dan proyek
percontohan koperasi yang dikembangkan oleh Robert Owen mengalami kegagalan,
ide untuk membentuk koperasi terus berlanjut dan dikembangkan oleh Dr. William
King pada tahun 1882. Akan tetapi, usaha yang dilakukan oleh Dr. William King
juga mengalami kegagalan. Usaha untuk membentuk koperasi yang dilakukan oleh
kedua pelopor koperasi itu mengalami kegagalan disebabkan karena permasalahan
modal dan kurangnya kesadaran dari anggotanya untuk bekerja bersama-sama
(swadaya).
Koperasi
yang di pandang sukses adalah koperasi yang didirikan di kota Rochdale, Inggris
pada tahun 1844. Koperasi yang dipelopori oleh 28 anggota tersebut dapat
bertahan dan sukses karena didasari oleh semangat kebersamaan dan kemauan untuk
berusaha. Mereka duduk bersama dan menyusun berbagai langkah yang akan
dilakukan sebelum membentuk sebuah satuan usaha yang mampu mempersatukan visi
dan cita-cita mereka. Mereka mulai menyusun pedoman kerja dan melaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang mereka susun bersama. Walaupun pada awalnya banyak
mengalami hujatan, tetapi toko yang dikelola secara bersama-sama tersebut mampu
berkembang secara bertahap. Dari pedoman koperasi di Rochdale inilah
prinsip-prinsip pergerakan koperasi dibentuk. Meskipun masih sangat sederhana
tetapi apa yang dilakukan koperasi Rochdale dengan prinsip-prinsipnya telah
menjadi tonggak bagi gerakan koperasi di seluruh dunia. Prinsip-prinsip
koperasi Rochdale tersebut kemudian dibakukan oleh I.C.A dan disampaikan dalam
konggres I.C.A di Paris tahun 1937.
Prinsip Rochdale
kemudian dirumuskan menjadi dua prinsip dasar yaitu pertama, prinsip primer
yang berlaku untuk seluruh gerakan koperasi yang tergabung dalam keanggotaan
I.C.A. dengan menekankan perlunya 1) keanggotaan berdasar sukarela. 2) susunan
dan kebijaksanaan pimpinan diatur secara demokratis. 3) laba dibagi atas
imbalan jasa (pembelian). 4) pembatasan bunga atas modal. Kemudian kedua,
prinsip sekunder yang merupakan dasar moral yang disesuaikan dengan kondisi koperasi
di masing-masing negara anggota. 1) netral terhadap agama dan politik. 2)
pembelian secara kontan. 3) memajukan pendidikan .Prinsip ini pulalah yang
memberi inspirasi pergerakan koperasi dalam menyusun prinsip-prinsip bagi
pergerakan koperasi di Indonesia. Namun sebagai bangsa yang menjunjung tinggi
budaya dan kepribadian bangsa, prinsip-prinsip pergerakan koperasi diselaraskan
dengan kehidupan bangsa Indonesia sendiri yaitu lebih menekankan pada asas
gotong royong dan kekeluargaan.
Sebagai
sebuah wadah yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan
masyarakat, koperasi mulai tumbuh di negara-negara yang saat itu menganut dan
menjalankan sistem kapitalisme. Di Inggris sebagai negara pencetus revolusi
industri, koperasi mulai lahir walaupun sempat tenggelam tetapi kembali
berkembang sampai akhirnya berhasil membentuk koperasi yang utuh, solid dan
mengedepankan aspek humaniora yang mengusahakan kemakmuran dengan jalan bekerja
bersama-sama dan memberikan imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan oleh
anggota itu sendiri.Kelahiran koperasi yang didasari oleh adanya penindasan dan
kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kalangan bawah (buruh) di dalam sistem
kapitalisme yang berkembang pesat saat itu, ternyata harus berhadapan pula
dengan kelemahan dari dalam koperasi sendiri. Kurangnya modal, kesadaran dan
pengetahuan yang rendah dari anggota dan pengurus menyebabkan koperasi sulit
berkembang secara pesat. Di sisi lain, ideologi sosialisme yang muncul sebagai
reaksi dari kekurangan-kekurangan kapitalisme itu ternyata tidak mampu berbuat
banyak untuk merubah keadaan saat itu.
Charles
Fourier (1772-1837) seorang sosialis Perancis menganjurkan berdirinya unit-unit
produksi “Falansteires” yang mengedepankan semangat kebersamaan baik
kepemilikan kapital, mengupayakan kebutuhan sendiri dan kepemilikan terhadap
alat-alat produksi secara bersama-sama. Louis Blanc (1811-1882) meskipun
terpengaruh oleh cita-cita Charles Fourier tetapi Louis Blanc mencoba lebih
realistis dengan menyusun rencana yang lebih konkret. Louis Blanc mengusulkan
kepada pemerintah untuk mendirikan tempat-tempat kerja untuk kaum buruh dalam
bentuk Atelier Sosiaux (Atelier Sosial) dimana kaum buruh mengorganisir sendiri
dengan cara kooperatif dan diawasi oleh pemerintah. Selain mendapatkan upah
kerja, kaum buruh juga mendapat bagian dari laba usaha. Saint Simon (1760-1825)
berpendapat bahwa masalah sosial dapat diatasi jika masyarakat diatur menjadi
“Assosiasi Produktif” yang dipimpin teknokrat dan ahli-ahli industri.
IV.
Peran
dan kinerja koperasi di negara perancis
Unsur
kedua yang tersimpan dibalik pendirian dan pengembangan Koperasi Restoran
Indonesia, sebatas pemahaman saya, adalah faktor semangat kemandirian, . yang
barangkali, jika menggunakan istilah Bung Karno, bisa dikatakan sebagai semangat
“berdiri di atas kaki sendiri”[berdikari].
Para
pendirinya datang ke Perancis untuk mencari negeri berlindung sebagai suaka
politik. Uang di kocek kurang dari pas-pasan. Untuk sewa apartemen dan hidup
sehari-hari pun kurang dari pas-pasan. Jika menggunakan cara orang Jawa
berkata: “Masih untung kita orang Indonesia biasa hidup dengan uang pas-pasan”
atau dengan ungkapan orang Belanda “bangsa yang bisa hidup dari uang
sebenggol”. Bisa hidup dari nasi dan garam saja. Tunjangan dari Jawatan
Penggangguran yang didapatkan berkat kertas dari OFRA [Organisasi Perancis
untuk Pencari Suaka dan Yang Terlempar dari Tanahair] sangat minim dan tidak
langgeng. Berbeda dengan dugaan sementara orang di Indonesia yang membayangkan
kami nyaman karena makan keju dan roti. Sementara harga singkong 6 cm lebih
mahal dari sebungkus keju dan sebotol susu.Ijazah akademi — bagi yang sempat
membawanya — tidak pasti laku dan diseterakan bagi orang kulit berwarna ,
khusus pencari Indonesia yang dicap komunis.Apalagi kami datang pada saat
golongan kanan berkuasa, kecuali bagi sementara teman yang datang kemudian
secara “lenggang kangkung” ketika golongan kiri berkuasa [Mei 1981, Mitterrand
terpilih jadi presiden menggantikan Giscard d'Estaing], dan sudah ada teman
yang mendahului mereka, walau pun Bung Umar Said dan saya sempat
dipanggil pihak kepolisian sesudah kedatangan teman-teman yang
datang secara “lenggang kangkung” ini dengan dugaan melakukan “perdagangan
manusia”.
V.
Sejarah
singkat tentang koperasi di indonesia
Dalam
sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga
perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut
mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan
kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai
soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya
paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal
koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang
istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi
sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan
bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang
paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering
disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa
diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha
koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan data resmi
dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah
koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan
jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding
dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua
kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup
menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit
(88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai
71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42%
koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342
orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703
unit.
Bagaimana
prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk menjawabnya, dua hal yang harus
dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan fungsi yang
dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia selama ini. Dalam hal pertama
itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh
motivasi seperti yang terjadi di negara maju (khususnya di Eropa), yakni
sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang tidak bekerja
sempurna. Dalam hal kedua tersebut, pertanyaannya adalah apakah koperasi
berfungsi seperti halnya di negara maju atau lebih sebagai “instrumen”
pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.
Gagasan
tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan
dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan
pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya
menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan
koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena
dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya
inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia
koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan
koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak
tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di
tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh
secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan
diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan
atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus
mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah
perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan
koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi sebagai pengatur dan
pengembang sekaligus.
Bung
Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena
pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark,
pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai
dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi
adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia
pernah juga membedakan antara “koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong
royong, dengan “koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang
rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang
antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah
sebuah lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil
untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam
sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Namun,
sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam
perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda
yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha
dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang
pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa
bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV,
Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya
diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian
inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar
dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya
adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi
Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan
koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini,
bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang “konservatif” sering tidak
diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik
wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya.
Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya
bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya,
koperasi sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para
anggotanya atau untuk kesejahteraan anggota. Secara bisnis, sebenarnya makna
ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan
usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya.
Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mestinya mengejar profit
sebesar-besarnya dengan langkah-langkah dan perhitungan bisnis seperti yang
biasa dilakukan oleh perusahaan lainnya. Namun langkah bisnis ini sering
“bertabrakan” dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggota.
Sehingga dalam konteks ini, penghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya
mengandalkan aspek liquiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi
tidak tepat.
Mungkin
perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya
negara maju, dengan di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran dari
koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45, yakni
merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga
mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia,
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan
hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia
memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab
“bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya
saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah
dibandingkan koperasi di negara maju.
Sementara itu, ciri
utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada
program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi
pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi
pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik
negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya
prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat
semestinya.
Menurutnya,
intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama
lambatnya perkembangan koperasi di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan
dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi
yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh
sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan
program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan
KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras
seperti yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era Orde
Baru menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Sedangkan
dilihat dari strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi
pemerintah/ lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat
nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder
dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi
sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini sekarang ini harus diubah
karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang sejalan dengan proses
globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini
hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
VI.
Faktor
yang dapat mempengaruhi kemajuan koperasi di indonesia
Pengembangan
koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun
sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh
semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan
hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak
mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal
dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi
perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap
perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Dari
kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di
Indonesia selama ini, salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen
dan organisasi. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa koperasi di Indonesia
perlu mencontoh implementasi good corporate governance (GCG) yang
telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan.
Prinsip GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk
itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan
secara maksimal suatu konsep GCG atau tata kelola koperasi yang baik.
Lebih rincinya konsep
GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan
pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan
untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk
senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya,
yaitu menyejahterakan anggotanya. Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi
Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam
implementasi GCG.
Pertama,
koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk
menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan
dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan
mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara
profesional, amanah, dan akuntabel. Ketidakamanahan dari pengurus dan anggota
akan membawa koperasi pada jurang kehancuran. Inilah yang harus diperkecil
dengan implementasi GCG.
Kedua,
perbaikan secara menyeluruh. Kementerian Koperasi dan UKM perlu
menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif dan
terencana. Blue printkoperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan
bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara
profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi internal koperasi.
Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan mengandung kelemahan perlu
dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya
perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan
koperasi.
Kesimpulan
Kegiatan
berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di
sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk
menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan
menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh
gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19
dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari
asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis.
Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di
Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Penutup
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis
banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Daftar
pustaka
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/10/04/koperasi-di-berbagai-negara-499076.html
http://mennytigamartdini.wordpress.com/2010/11/07/sejarah-koperasi-di-negara-jerman/
http://amanda990.wordpress.com/2010/11/01/koperasi-di-belanda/
http://www.masbied.com/2011/02/21/sejarah-perkembangan-koperasi-di-inggris-dan-perancis/
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/10/04/koperasi-di-berbagai-negara-499076.html