Senin, 21 Januari 2013

Makalah EKONOMI KOPERASI


Meningkatkan Peran dan Kinerja Koperasi dan Belajar dari Pengalaman Negara-negara Eropa


Pendahuluan

Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis. Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.
Koperasi harus memiliki keunggulan-keunggulan kompetitif dibandingkan organisasi-organisasi bisnis lainnya untuk bisa menang dalam persaingan di dalam era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini. Keunggulan kompetitif disini didefinisikan sebagai suatu kekuatan organisasional yang secara jelas menempatkan suatu perusahaan di posisi terdepan dibandingkan pesaing-pesaingnya. Faktor-faktor keunggulan kompetitif dari koperasi harus datang dari: (1) sumber-sumber tangibleseperti kualitas atau keunikan dari produk yang dipasarkan (misalnya formula Coca-Cola Coke) dan kekuatan modal; (ii) sumber-sumber bukan tangible seperti brand name, reputasi, dan pola manajemen yang diterapkan (misalnya tim manajemen dari IBM); dan (iii) kapabilitas atau kompetensi-kompetensi inti yakni kemampuan yang kompleks untuk melakukan suatu rangkaian pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan kompetitif (misalnya proses inovasi dari 3M). Menurutnya, salah satu yang harus dilakukan koperasi untuk bisa memang dalam persaingan adalah menciptakan efisiensi biaya. Tetapi ini juga bisa ditiru/dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lain (non-koperasi). Jadi, ini bukan suatu keunggulan kompetitif yang sebenarnya dari koperasi. Menurutnya satu-satunya keunggulan kompetitif sebenarnya dari koperasi adalah hubungannya dengan anggota.
Selain itu, agar suatu koperasi dapat beroperasi dengan sukses juga harus menerapkan beberapa hal di bawah ini : (1) memakai komite-komite, penasehat-penasehat dan ahli-ahli dari luas secara efektif; (2) selalu memberikan informasi yang lengkap dan up to date kepada anggota-anggotanya sehingga mereka tetap terlibat dan suportif; (3) melakukan rapat-rapat atau pertemuan-pertemuan bisnis dengan memakai agenda yang teratur, prosedur-prosedur parlemen, dan pengambil keputusan yang demokrasi; (4) mempertahankan relasi-relasi yang baik antara manajemen dan dewan direktur/pengurus dengan tugas-tugas dan tanggung jawab- tanggung jawab yang didefinisikan secara jelas; (5) mengikuti praktek-praktek akutansi yang baik, dan mempersentasikan laporan-laporan keuangan secara regular; (6) mengembangkan aliansi-aliansi dengan koperasi-koperasi lainnya; dan (7) mengembangkan kebijakan-kebijakan yang jelas terhadap konfidensial dan konflik kepentingan.

Pembahasan

      I.            Peran dan kinerja koperasi di negara jerman
Koperasi kredit atau Credit Union atau biasa disingkat CU adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya, dan yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri.
Koperasi kredit memiliki tiga prinsip utama yaitu:
1) azas swadaya (tabungan hanya diperoleh dari anggotanya)
2) azas setia kawan (pinjaman hanya diberikan kepada anggota)
3) azas pendidikan dan penyadaran (membangun watak adalah yang utama hanya yang berwatak baik yang dapat diberi pinjaman).
Sejarah koperasi kredit dimulai pada abad ke-19. Ketika Jerman dilanda krisis ekonomi karena badai salju yang melanda seluruh negeri. Para petani tak dapat bekerja karena banyak tanaman tak menghasilkan. Penduduk pun kelaparan. Situasi ini dimanfaatkan oleh orang-orang berduit. Mereka memberikan pinjaman kepada penduduk dengan bunga yang sangat tinggi. Sehingga banyak orang terjerat hutang. Oleh karena tidak mampu membayar hutang, maka sisa harta benda mereka pun disita oleh lintah darat. Kemudian tidak lama berselang, terjadi Revolusi Industri. Pekerjaan yang sebelumnya dilakukan manusia diambil alih oleh mesin-mesin. Banyak pekerja terkena PHK. Jerman dilanda masalah pengangguran secara besar-besaran. Melihat kondisi ini wali kota Flammersfield, Friedrich Wilhelm Raiffeisen merasa prihatin dan ingin menolong kaum miskin. Ia mengundang orang-orang kaya untuk menggalang bantuan. Ia berhasil mengumpulkan uang dan roti, kemudian dibagikan kepada kaum miskin. Ternyata derma tak memecahkan masalah kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru. Penggunaan uang tak terkontrol dan tak sedikit penerima derma memboroskan uangnya agar dapat segera minta derma lagi. Akhirnya, para dermawan tak lagi berminat membantu kaum miskin. Raiffeisen tak putus asa. Ia mengambil cara lain untuk menjawab soal kemiskinan ini. Ia mengumpulkan roti dari pabrik-pabrik roti di Jerman untuk dibagi-bagikan kepada para buruh dan petani miskin. Namun usaha ini pun tak menyelesaikan masalah. Hari ini diberi roti, besok sudah habis, begitu seterusnya. Berdasar pengalaman itu, Raiffeisen berkesimpulan: “kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri. Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka juga. Pinjaman harus digunakan untuk tujuan yang produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan pinjaman adalah watak si peminjam.” Untuk mewujudkan impian tersebutlah Raiffeisen bersama kaum buruh dan petani miskin akhirnya membentuk koperasi bernama Credit Union (CU) artinya, kumpulan orang-orang yang saling percaya. Credit Union yang dibangun oleh Raiffeisen, petani miskin dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman, bahkan kini telah menyebar ke seluruh dunia.
   II.            Peran dan kinerja koperasi di negara belanda
Kronologi Dan Sejarah Regulasi Tentang Koperasi A. Kronologi dan Sejarah Regulasi Koperasi Sebelum UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Kronologi dan sejarah regulasi tentang koperasi di Indonesia merupakan salah satu materi untuk memahami latar belakang keberadaan koperasi Indonesia untuk mengetahui pokok-pokok pikiran, pokok-poko perubahan dalam pengaturan, dan arah perkembangan koperasi Indonesia dengan segala kekhususan yang ada; baik kekhususan secara universal sebagai salah satu bentuk usaha yang ada di dunia. 1.Staatsblad 431 Tahun 1915 Koperasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dalam kondisi dan situasi dari anggota masyarakat dimana koperasi itu berdiri dan mendapatkan tekanan-tekanan ekonomi di dalam kehidupan mereka. Dengan adanya tekanan tersebut orang-orang menjadi berusaha mencari jalan keluar dengan cara bekerja sama mempersatukan potensi-potensiyang mereka miliki ke dalam organisasi. Hal inilah yang menjadi dasar dari semua kegiatan usaha koperasi di Indonesia pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang merasa perlu untuk mengatur bentuk kerja sama tersebut walaupun dengan tergesa-gesa dan tidak memperhatikan karakteristik rakyat Hindia Belanda pada masa itu. Peraturan untuk perkumpulan operasi di Hindia Belanda tersebut tidak berlaku secara khusus untuk bangsa Eropa, Timur asing saja, melainkan diberlakukan juga kepada Pribumi. Mengenai Ketentuan-Ketentuan dalam mendirikan Koperasi ditentukan sebagai berikut : 1.Dibuat dalam ata notaries 2.Akta pendirian dalam bahasa Belanda 3.Bea Meterai 50 Gulden 4.Mendapatkan surat persetujuan gubernur jenderal di Batavia 5.Akta pendirian didaftaran di daerah hukum kedudukan koperasi 6.Hak tanah menurut hukum Belanda 7.Mengumuman dalam berita Negara 8.Mengumumkan dalam surat kabar berbahasa melayu 9.Mengumumkan dalam surat kabar Javasche Courant 2. Staatsblad No. 91 Tahun 1927 Pada tanggal 10 Juni 1920 dibentuklah Cooperatieve Commissie yang dipimpin oleh J.H. Boee dengan beberapa anggotanya yang berasal dari wakil Pemuda Pejuan Indonesia yang diberi tugas oleh Pemerintah Belanda untuk menyelidiki apakah koperasi berfaedah bagi rakyat Hindia Belanda dan dengan jalan bagaimana semangat koperasi itu dapat dikobarkan. Atas pengaruh Politik Etnis di negara Belanda, enam tahun setelah menerima laporan tersebut pemerintah Belanda menanggapi positif laporan komisi tadi dan menerbitkan peraturan koperasiyang khusus untuk rakyat Hindia Belanda yaitu Reggeleing Indlansche Cooperatieve 3. Staatsblad No. 108 Tahun 1933 Pada Tanggal 28 Mei 1925, peraturan mengenai koperasi di belanda yaitu Regeling der Cooperatieve Verenigingen Stb. 227 tahun 1876 diganti dengan Regeleing der Cooperatieve Verenigingen Stb. 204 Tahun 1925. Oleh karena itu, untuk menyesuaikan perubahan tersebut pada tanggal 1 Maret 1933 diganti dengan Algemene Regeling op de Cooperatieve Vernignigen Stb. 108 tahun 1933. Secara umum dikatakan bahwa isi ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya tidak berbeda dengan isi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Verondering op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 431 tahun 1915 serhingga dianggap tidak cocok untuk kepentingan orang asli Hindia Belanda 4.Staatsblad 179 Tahun 1949 Gerakan koperasi Indonesia telah merupakan kewajiban penting dari pemerintah; Dalam Konstitusi Republik Indonesia pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menetapkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Badan usahayang tepat untuk itu adalah Koperasi. Pada tanggal 7 Juli 1949 diterbitkan Regeleing Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949. Peraturan tentang koperasi yang berlaku untuk orang Indonesia ini tidak mencabut peraturan tentang koperasi sebelumnya sehingga pada periode tersebut tetap ada dua peraturan perundang-undangan koperasiyang berlaku. 5. Undang-Undang tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 Sejalan dengan pembubaran negara Indonesai Serikat dan dibubarkannya negara-negara bagian, jawatan-jawatan koperasi di negara bagian pu bubar dan disatuan dalamsatu organisasi Jawatan operasi yang bernaung di dalam Negara Kesatuan Republi Indonesia. Dengan UU No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi , maka Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 179 tahun 1949 secara resmi dicabut. Dalam undang-undang ini koperasi didefinisikan sebagai suatu perkumpulanyang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a. berdasarkan kekeluargaan b. meningkatkan kesejahteraan anggota c.mewajibkan anggotanya untuk menyimpan secara teratur serta mendidik d. keanggoataan bersifat sukarela mempunyai kepentingan hak dan kewajiban yang sama e. ata pendirian menurut ketentuan-ketentuan dan didaftarkan sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang ini. 6. PP No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrti Presiden tanggal 5 juli 1959, maka sebagai suatu peraturan peralihan pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1959 tentang Perkembangan Gerakan Koperasi. Namun demikian, mengingat tingkat ketentuan ini adalah PP, maka dasra hukum perkumpulan koperasi adalah tetap UU No. 79 Tahun 1958. Dinyatakan bahwa dalam pembangunan nasional, gerakan koperasi mempunyai peranan sebagai : a. Mempersatukan dan memobilisasi rakyat untuk meningkatkan produksi, mengatur distribusi secara adil dan merata. b. Ikut serta menghapus sisa-sisa Imperialisme, Kolonialiseme dan Feodalisme d.Membantu memperkuat sektor ekonomi negara yang memegang posisi e. Menciptakan Syarat-syarat bagi pembanguan nasional 7. Instruksi Presiden No. 2 dan No. 3 Tahun 1960 Pada tahun 1960 terbit dua instruksi presiden tentang perkoperasian, yaitu Inpres No. 2 dan Inpres No. 3; sebagai peraturan pelasana dari PP No. 60 Tahun 1959 tentang perkembangan gerakan koperasi. Secara umum selama masa pemerintahan demokrasi terpimpin gerakan koperasi mengalami penurunan secara idiil. Dari segi kualitas koperasi-operasi mulai kehilangan sifatnya karena campur tangan pemerintahyang terlalu dalam. 8. UU Perkoperasian No. 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian Pada tanggal 2-10 Agustus 1965 di Jakarta diadakan Musyawarah Nasional Koperasi Kedua. Dimana Presiden Soekarno mengesahkan UU No. 14 tahun 1965 tentang pokok-pokok perkoperasianyang di dalamnya diterapkan prinsip Nasakom. Isi dan jiwa undang-undang ini mengandung hal-hal yang bertentangan dengan asas-asas pokok, landasan kerja dan landasan idiil koperasi dan pancasila itu sendiri sehingga menghilangkan hakikat keberadaan operasi sebagai organisasiekonomi masyarakat yang demokratis dan berwatak sosial. 9. UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian Setelah Partai Komunis Indonesia dibubarkan, maka mulai dilakukan langkah-langkah untuk mengembalikan kedudukan dan hakikat keberadaan koperasi kepada asas yang sebenar-benarnya. Koperasi-koperai mengadakan pemilihan pengurus melalui Rapat anggota. Rasionalisasi dan reorganisasi dilakukan menyeluruh dalam kehidupan koperasi. Upaya pemurnian asas koperasi dan depolitisasi terhadap kehidupan koperasi lebih dimantapkan lagi pada msa awal menjelang pemerintahan orde baru. Presiden dengan persetujuan DPRGR mensahkan UU No. 2 tahun 1967 tentang pokok-pokok Perkoperasianyang mulai berlaku saat diundangkan tanggal 18 desember 1967. This entry was posted on Desember 3, 2009. It was filed under Uncategorized.
III.            Peran dan kinerja koperasi di negara inggris
Dari sejarah perkembangannya, dimulai dari munculnya revolusi industri di Inggris tahun 1770 yang menggantikan tenaga manusia dengan mesin-mesin industri yang berdampak pada semakin besarnya pengangguran hingga revolusi Perancis tahun 1789 yang awalnya ingin menumbangkan kekuasaan raja yang feodalistik, ternyata memunculkan hegemoni baru oleh kaum kapitalis. Semboyan Liberte-Egalite-Fraternite (kebebasan-persamaan-kebersamaan) yang semasa revolusi didengung-dengungkan untuk mengobarkan semangat perjuang rakyat berubah tanpa sedikitpun memberi dampak perubahan pada kondisi ekonomi rakyat. Manfaat Liberte (kebebasan) hanya menjadi milik mereka yang memiliki kapital untuk mengejar keuntungan sebesar-besarnya. Semangat Egalite dan Fraternite (persamaan dan persaudaraan) hanya menjadi milik lapisan masyarakat dengan strata sosial tinggi (pemilik modal;kapitalis).
Dalam keadaan serba kritis dan darurat dimana kesenjangan antara rakyat (buruh) dengan pemilik modal semakin besar baik di Inggris maupun di Perancis itulah yang mendorong munculnya cita-cita untuk membangun tatanan masyarakat yang lebih egaliter dimana kekayaan dibagikan secara lebih merata, pembatasan terhadap kepemilikan pribadi dan pembatasan terhadap persaingan yang tidak sehat serta perlunya kerjasama antar kelas sosial.http://me.effectivemeasure.net/emnb_49_35.gifBerbagai bentuk tatanan kemasyarakatan ditawarkan untuk mengakomodir gejolak ketidakpuasan terhadap kondisi sosial yang ada.
Dari ide seorang industriwan penganut sosialisme Inggris yang bernama Robert Owen (1771-1858), mulailah terbentuk ide community-community sebagai proyek percontohan dari masyarakat sosialis. Dan istilah co-operation mulai diperkenalkan oleh Robert Owen. Dia pun mendirikan pemukiman di Amerika serikat pada tahun 1824 bernama New Harmony untuk kaum buruh. Meski ide dan proyek percontohan koperasi yang dikembangkan oleh Robert Owen mengalami kegagalan, ide untuk membentuk koperasi terus berlanjut dan dikembangkan oleh Dr. William King pada tahun 1882. Akan tetapi, usaha yang dilakukan oleh Dr. William King juga mengalami kegagalan. Usaha untuk membentuk koperasi yang dilakukan oleh kedua pelopor koperasi itu mengalami kegagalan disebabkan karena permasalahan modal dan kurangnya kesadaran dari anggotanya untuk bekerja bersama-sama (swadaya).
Koperasi yang di pandang sukses adalah koperasi yang didirikan di kota Rochdale, Inggris pada tahun 1844. Koperasi yang dipelopori oleh 28 anggota tersebut dapat bertahan dan sukses karena didasari oleh semangat kebersamaan dan kemauan untuk berusaha. Mereka duduk bersama dan menyusun berbagai langkah yang akan dilakukan sebelum membentuk sebuah satuan usaha yang mampu mempersatukan visi dan cita-cita mereka. Mereka mulai menyusun pedoman kerja dan melaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mereka susun bersama. Walaupun pada awalnya banyak mengalami hujatan, tetapi toko yang dikelola secara bersama-sama tersebut mampu berkembang secara bertahap. Dari pedoman koperasi di Rochdale inilah prinsip-prinsip pergerakan koperasi dibentuk. Meskipun masih sangat sederhana tetapi apa yang dilakukan koperasi Rochdale dengan prinsip-prinsipnya telah menjadi tonggak bagi gerakan koperasi di seluruh dunia. Prinsip-prinsip koperasi Rochdale tersebut kemudian dibakukan oleh I.C.A dan disampaikan dalam konggres I.C.A di Paris tahun 1937.
Prinsip Rochdale kemudian dirumuskan menjadi dua prinsip dasar yaitu pertama, prinsip primer yang berlaku untuk seluruh gerakan koperasi yang tergabung dalam keanggotaan I.C.A. dengan menekankan perlunya 1) keanggotaan berdasar sukarela. 2) susunan dan kebijaksanaan pimpinan diatur secara demokratis. 3) laba dibagi atas imbalan jasa (pembelian). 4) pembatasan bunga atas modal. Kemudian kedua, prinsip sekunder yang merupakan dasar moral yang disesuaikan dengan kondisi koperasi di masing-masing negara anggota. 1) netral terhadap agama dan politik. 2) pembelian secara kontan. 3) memajukan pendidikan .Prinsip ini pulalah yang memberi inspirasi pergerakan koperasi dalam menyusun prinsip-prinsip bagi pergerakan koperasi di Indonesia. Namun sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya dan kepribadian bangsa, prinsip-prinsip pergerakan koperasi diselaraskan dengan kehidupan bangsa Indonesia sendiri yaitu lebih menekankan pada asas gotong royong dan kekeluargaan.
Sebagai sebuah wadah yang diharapkan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, koperasi mulai tumbuh di negara-negara yang saat itu menganut dan menjalankan sistem kapitalisme. Di Inggris sebagai negara pencetus revolusi industri, koperasi mulai lahir walaupun sempat tenggelam tetapi kembali berkembang sampai akhirnya berhasil membentuk koperasi yang utuh, solid dan mengedepankan aspek humaniora yang mengusahakan kemakmuran dengan jalan bekerja bersama-sama dan memberikan imbalan sesuai dengan jasa yang diberikan oleh anggota itu sendiri.Kelahiran koperasi yang didasari oleh adanya penindasan dan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat kalangan bawah (buruh) di dalam sistem kapitalisme yang berkembang pesat saat itu, ternyata harus berhadapan pula dengan kelemahan dari dalam koperasi sendiri. Kurangnya modal, kesadaran dan pengetahuan yang rendah dari anggota dan pengurus menyebabkan koperasi sulit berkembang secara pesat. Di sisi lain, ideologi sosialisme yang muncul sebagai reaksi dari kekurangan-kekurangan kapitalisme itu ternyata tidak mampu berbuat banyak untuk merubah keadaan saat itu.
Charles Fourier (1772-1837) seorang sosialis Perancis menganjurkan berdirinya unit-unit produksi “Falansteires” yang mengedepankan semangat kebersamaan baik kepemilikan kapital, mengupayakan kebutuhan sendiri dan kepemilikan terhadap alat-alat produksi secara bersama-sama. Louis Blanc (1811-1882) meskipun terpengaruh oleh cita-cita Charles Fourier tetapi Louis Blanc mencoba lebih realistis dengan menyusun rencana yang lebih konkret. Louis Blanc mengusulkan kepada pemerintah untuk mendirikan tempat-tempat kerja untuk kaum buruh dalam bentuk Atelier Sosiaux (Atelier Sosial) dimana kaum buruh mengorganisir sendiri dengan cara kooperatif dan diawasi oleh pemerintah. Selain mendapatkan upah kerja, kaum buruh juga mendapat bagian dari laba usaha. Saint Simon (1760-1825) berpendapat bahwa masalah sosial dapat diatasi jika masyarakat diatur menjadi “Assosiasi Produktif” yang dipimpin teknokrat dan ahli-ahli industri.
IV.            Peran dan kinerja koperasi di negara perancis
Unsur kedua yang tersimpan dibalik pendirian dan pengembangan Koperasi Restoran Indonesia, sebatas pemahaman saya, adalah faktor semangat kemandirian, . yang barangkali, jika menggunakan istilah Bung Karno, bisa dikatakan sebagai semangat “berdiri di atas kaki sendiri”[berdikari].
Para pendirinya datang ke Perancis untuk mencari negeri berlindung sebagai suaka politik. Uang di kocek kurang dari pas-pasan. Untuk sewa apartemen dan hidup sehari-hari pun kurang dari pas-pasan. Jika menggunakan cara orang Jawa berkata: “Masih untung kita orang Indonesia biasa hidup dengan uang pas-pasan” atau dengan ungkapan orang Belanda “bangsa yang bisa hidup dari uang sebenggol”. Bisa hidup dari nasi dan garam saja. Tunjangan dari Jawatan Penggangguran yang didapatkan berkat kertas dari OFRA [Organisasi Perancis untuk Pencari Suaka dan Yang Terlempar dari Tanahair] sangat minim dan tidak langgeng. Berbeda dengan dugaan sementara orang di Indonesia yang membayangkan kami nyaman karena makan keju dan roti. Sementara harga singkong 6 cm lebih mahal dari sebungkus keju dan sebotol susu.Ijazah akademi — bagi yang sempat membawanya — tidak pasti laku dan diseterakan bagi orang kulit berwarna , khusus pencari Indonesia yang dicap komunis.Apalagi kami datang pada saat golongan kanan berkuasa, kecuali bagi sementara teman yang datang kemudian secara “lenggang kangkung” ketika golongan kiri berkuasa [Mei 1981, Mitterrand terpilih jadi presiden menggantikan Giscard d'Estaing], dan sudah ada teman yang mendahului mereka, walau pun  Bung Umar Said dan saya sempat dipanggil pihak  kepolisian sesudah kedatangan teman-teman yang datang secara “lenggang kangkung” ini dengan dugaan melakukan “perdagangan manusia”.
   V.            Sejarah singkat tentang koperasi di indonesia
Dalam sistem perekonomian Indonesia dikenal ada tiga pilar utama yang menyangga perekonomian. Ketiga pilar itu adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), dan Koperasi. Ketiga pilar ekonomi tersebut mempunyai peranan yang masing-masing sangat spesifik sesuai dengan kapasitasnya. Dari ketiga pilar itu, koperasi, walau sering disebut sebagai soko guru perekonomian, secara umum merupakan pilar ekonomi yang “jalannya paling terseok” dibandingkan dengan BUMN dan apalagi BUMS.
Padahal koperasi selama ini sudah didukung oleh pemerintah sesuai kedudukannya yang istimewa yaitu sebagai soko guru perekonomian. Ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Tafsiran itu sering disebut sebagai perumus pasal tersebut. Kata azas kekeluargaan ini, walau bisa diperdebatkan, sering dikaitkan dengan koperasi sebab azas pelaksanaan usaha koperasi adalah juga kekeluargaan.
Berdasarkan data resmi dari Departemen Koperasi dan UKM, sampai dengan bulan November 2001, jumlah koperasi di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 103.000 unit lebih, dengan jumlah keanggotaan ada sebanyak 26.000.000 orang. Jumlah itu jika dibanding dengan jumlah koperasi per-Desember 1998 mengalami peningkatan sebanyak dua kali lipat. Jumlah koperasi aktif, juga mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Jumlah koperasi aktif per-November 2001, sebanyak 96.180 unit (88,14%). Hingga tahun 2004 tercatat 130.730, tetapi yang aktif mencapai 71,50%, sedangkan yang menjalan rapat tahunan anggota (RAT) hanya 35,42% koperasi saja. Tahun 2006 tercatat ada 138.411 unit dengan anggota 27.042.342 orang akan tetapi yang aktif 94.708 unit dan yang tidak aktif sebesar 43.703 unit.
Bagaimana prospek koperasi Indonesia ke depan? Untuk menjawabnya, dua hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yakni sejarah keberadaan koperasi dan fungsi yang dijalankan oleh koperasi yang ada di Indonesia selama ini. Dalam hal pertama itu, pertanyaannya adalah apakah lahirnya koperasi di Indonesia didorong oleh motivasi seperti yang terjadi di negara maju (khususnya di Eropa), yakni sebagai salah satu cara untuk menghadapi mekanisme pasar yang tidak bekerja sempurna. Dalam hal kedua tersebut, pertanyaannya adalah apakah koperasi berfungsi seperti halnya di negara maju atau lebih sebagai “instrumen” pemerintah untuk tujuan-tujuan lain.
Gagasan tentang koperasi telah dikenal di Indonesia sejak akhir abad 19, dengan dibentuknya organisasi swadaya untuk menanggulangi kemiskinan di kalangan pegawai dan petani yang kemudian dibantu pengembangannya hingga akhirnya menjadi program resmi pemerintah. Jadi, dapat dikatakan bahwa pengembangan koperasi selanjutnya yang meluas keseluruh pelosok tanah air lebih karena dorongan atau kebijakan pengembangan koperasi dari pemerintah, bukan sepenuhnya inisiatif swasta seperti di negara maju; walaupun di banyak daerah di Indonesia koperasi lahir oleh inisiatif sekelompok masyarakat.
Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar. Dan atas dasar itulah kemudian melahirkan berbagai penafsiran bagaimana harus mengembangkan koperasi. Paling tidak dengan dasar yang kuat tersebut sejarah perkembangan koperasi di Indonesia telah mencatat tiga pola pengembangan koperasi. Secara khusus pemerintah memerankan fungsi sebagai pengatur dan pengembang sekaligus.
Bung Hatta sendiri mulai tertarik kepada sistem koperasi agaknya adalah karena pengaruh kunjungannya ke negara-negara Skandinavia, khususnya Denegara majuark, pada akhir tahun 1930-an. Walaupun ia sering mengaitkan koperasi dengan nilai dan lembaga tradisional gotong-royong, namun persepsinya tentang koperasi adalah sebuah organisasi ekonomi modern yang berkembang di Eropa Barat. Ia pernah juga membedakan antara “koperasi sosial” yang berdasarkan asas gotong royong, dengan “koperasi ekonomi” yang berdasarkan asas-asas ekonomi pasar yang rasional dan kompetitif. Bagi Bung Hatta, koperasi bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional. Koperasi, baginya adalah sebuah lembaga self-helplapisan masyarakat yang lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar. Karena itu koperasi harus bisa bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi.
Namun, sejak diperkenalkan koperasi di Indonesia pada awal abad 20, dan dalam perkembangannya hingga saat ini koperasi di Indonesia mempunyai makna ganda yang sebenarnya bersifat ambivalent, yakni koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus juga sebagai jiwa dan semangat berusaha. Untuk pengertian yang pertama, koperasi sering dilihat sebagai salah satu bentuk usaha yang bisa bergerak seperti bentuk usaha lainnya yang dikenal di Indonesia seperti PT, CV, Firma, NV. Menurutnya, dalam kerangka seperti inilah, koperasi sepertinya diperkenankan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Karena pengertian inilah, pusat-pusat koperasi dan induk koperasi dibentuk dengan tujuan agar dapat memperkuat eksistensi koperasi primer.
Contohnya adalah dibentuknya PUSKUD (Pusat Koperasi Unit Desa) dan INKUD (Induk Koperasi Unit Desa). Sedangkan dalam konteks makna kedua tersebut, usaha yang dilakukan koperasi disusun berdasarkan atas azas kebersamaan. Karena kebersamaannya ini, bentuk kepemilikan properti pada koperasi yang “konservatif” sering tidak diwujudkan dalam bentuk kepemilikan saham melainkan dalam wujud simpanan baik wajib maupun pokok dan sukarela, iuran, sumbangan dan bentuk lainnya. Konsekuensi dari bentuk kepemilikan seperti itu adalah sebutan kepemilikannya bukan sebagai pemegang saham melainkan sebagai anggota. Oleh karenanya, koperasi sering dijadikan alat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para anggotanya atau untuk kesejahteraan anggota. Secara bisnis, sebenarnya makna ganda koperasi ini cukup merepotkan. Karena koperasi diakui sebagai badan usaha, maka kiprah usaha koperasi mestinya harus seperti badan usaha lainnya. Dalam artian ini, sebagai sebuah badan usaha, koperasi mestinya mengejar profit sebesar-besarnya dengan langkah-langkah dan perhitungan bisnis seperti yang biasa dilakukan oleh perusahaan lainnya. Namun langkah bisnis ini sering “bertabrakan” dengan keinginan anggotanya yakni menyejahterakan anggota. Sehingga dalam konteks ini, penghitungan kelayakan usaha koperasi, jika hanya mengandalkan aspek liquiditas, solvabilitas dan rentabilitas usaha, menjadi tidak tepat.
Mungkin perbedaan yang paling besar antara koperasi di negara-negara lain, khususnya negara maju, dengan di Indonesia adalah bahwa keberadaan dan peran dari koperasi di Indonesia tidak lepas dari ideologi Pancasila dan UUD 45, yakni merupakan lembaga kehidupan rakyat Indonesia untuk menjamin hak hidupnya memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sehingga mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimaksud oleh Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang sepenuhnya merupakan hak setiap warga negara (Hariyono, 2003). Konsukwensinya, koperasi di Indonesia memiliki tanggung jawab sosial jauh lebih besar daripada tanggung jawab “bisnis” yang menekankan pada efisiensi, produktivitas, keuntungan dan daya saing, dan sangat dipengaruhi oleh politik negara atau intervensi pemerintah dibandingkan koperasi di negara maju.
Sementara itu, ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (i) program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (ii) lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (iii) perusahaan baik milik negara (BUMN) maupun swasta (BUMS) dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Menurutnya, intervensi dari pemerintah yang terlalu besar sebagai salah satu penyebab utama lambatnya perkembangan koperasi di Indonesia. Selama ini koperasi dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar bagi penduduk Indonesia. Sebagai contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian didukung dengan program pembangunan untuk membangun KUD. Disisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang dilakukan selama pembangunan jangka panjang pertama pada era Orde Baru menjadi ciri yang menonjol dalam politik pembangunan koperasi. Sedangkan dilihat dari strukturnya, organisasi koperasi di Indonesia mirip organisasi pemerintah/ lembaga kemasyarakatan yang terstruktur dari primer sampai tingkat nasional. Hal ini telah menunjukkan kurang efektifnya peran organisasi sekunder dalam membantu koperasi primer. Tidak jarang menjadi instrumen eksploitasi sumberdaya dari daerah pengumpulan. Fenomena ini sekarang ini harus diubah karena adanya perubahan orientasi bisnis yang berkembang sejalan dengan proses globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan ekonomi. Untuk mengubah arah ini hanya mampu dilakukan bila penataan mulai diletakkan pada daerah otonom.
VI.            Faktor yang dapat mempengaruhi kemajuan koperasi di indonesia
Pengembangan koperasi di Indonesia selama ini barulah sebatas konsep yang indah, namun sangat sulit untuk diimplementasikan. Semakin banyak koperasi yang tumbuh semakin banyak pula yang tidak aktif. Bahkan ada koperasi yang memiliki badan hukum, namun kehadirannya tidak membawa manfaat sama sekali. Koperasi tidak mungkin tumbuh dan berkembang dengan berpegang pada tata kelola yang tradisonal dan tidak berorientasi pada pemuasan keperluan dan keinginan konsumen. Koperasi perlu diarahkan pada prinsip pengelolaan secara modern dan aplikatif terhadap perkembangan zaman yang semakin maju dan tantangan yang semakin global.
Dari kemungkinan banyak faktor penyebab kurang baiknya perkembangan koperasi di Indonesia selama ini, salah satunya yang paling serius adalah masalah manajemen dan organisasi. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa koperasi di Indonesia perlu mencontoh implementasi good corporate governance (GCG) yang telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum perseroan. Prinsip GCG dalam beberapa hal dapat diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, regulator, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM perlu memperkenalkan secara maksimal suatu konsep GCG atau tata kelola koperasi yang baik.
Lebih rincinya konsep GCG sektor koperasi perlu dimodifikasi sedemikian rupa untuk menjawab tantangan pengelolaan koperasi yang semakin kompleks. Implementasi GCG perlu diarahkan untuk membangun kultur dan kesadaran pihak-pihak dalam koperasi untuk senantiasa menyadari misi dan tanggung jawab sosialnya, yaitu menyejahterakan anggotanya. Dalam mengimplementasikan GCG, koperasi Indonesia perlu memastikan beberapa langkah strategis yang memadai dalam implementasi GCG.
Pertama, koperasi perlu memastikan bahwa tujuan pendirian koperasi benar-benar untuk menyejahterakan anggotanya. Pembangunan kesadaran akan tujuan perlu dijabarkan dalam visi, misi dan program kerja yang sesuai. Pembangunan kesadaran akan mencapai tujuan merupakan modal penting bagi pengelolaan koperasi secara profesional, amanah, dan akuntabel. Ketidakamanahan dari pengurus dan anggota akan membawa koperasi pada jurang kehancuran. Inilah yang harus diperkecil dengan implementasi GCG.
Kedua, perbaikan secara menyeluruh. Kementerian Koperasi dan UKM perlu menyiapkan blue print pengelolaan koperasi secara efektif dan terencana. Blue printkoperasi ini nantinya diharapkan akan menjadi panduan bagi seluruh koperasi Indonesia dalam menjalankan kegiatan operasinya secara profesional, efektif dan efisien. Ketiga, pembenahan kondisi internal koperasi. Praktik-praktik operasional yang tidak efisien dan mengandung kelemahan perlu dibenahi. Dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai dengan proporsinya perlu dibatasi dengan adanya peraturan yang menutup celah penyimpangan koperasi.














Kesimpulan
Kegiatan berkoperasi dan organisasi koperasi pada mulanya diperkenalkan di Inggris di sekitar abad pertengahan. Pada waktu itu misi utama berkoperasi adalah untuk menolong kaum buruh dan petani yang menghadapi problem-problem ekonomi dengan menggalang kekuatan mereka sendiri. Kemudian di Perancis yang didorong oleh gerakan kaum buruh yang tertindas oleh kekuatan kapitalis sepanjang abad ke 19 dengan tujuan utamanya membangun suatu ekonomi alternatif dari asosiasi-asosiasi koperasi menggantikan perusahaan-perusahaan milik kapitalis. Ide koperasi ini kemudian menjalar ke AS dan negara-negara lainnya di dunia. Di Indonesia, baru koperasi diperkenalkan pada awal abad 20.




















Penutup
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.






Daftar pustaka
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/10/04/koperasi-di-berbagai-negara-499076.html
http://mennytigamartdini.wordpress.com/2010/11/07/sejarah-koperasi-di-negara-jerman/
http://amanda990.wordpress.com/2010/11/01/koperasi-di-belanda/
http://www.masbied.com/2011/02/21/sejarah-perkembangan-koperasi-di-inggris-dan-perancis/
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/10/04/koperasi-di-berbagai-negara-499076.html